Jumat, 17 Oktober 2014

  1. KONVERSI SATUAN
Satuan-satuan dikalikan dan dibagi persis seperti operasi aljabar biasa. Fakta ini memudahkan kita mengkonversi dari satu satuan ke nilai ekivalen dalam satuan lainnya. Ide kunci adalah bahwa kita dapat menyatakan suatu besaran fisika dalam dua satuan yang berbeda dan membentuk suatu persamaan. Sebagai contoh, 1 menit = 60 s, tidak kita artikan bahwa 1 sama dengan angka 60. Tetapi yang kita maksudkan adalah selang waktu 1 menit sama dengan selang waktu 60 s. Jika pada persamaan itu kedua ruas kita bagi dengan 60 s, kita peroleh:
 disebut dengan faktor konversi, yang memiliki nilai 1
Karena setiap besaran dapat dikalikan dengan 1 tanpa mengubah nilainya, kita dapat mengkonversi 5 menit menjadi nilai ekivalennya dalam sekon dengan mengalikannya dengan faktor konversi
                      
Jika mengalikannya dengan faktor konversi                 
              
Satuan menit tidak dapat dihilangkan karena keduanya terdapat pada pembilang. Ini menyatakan bahwa faktor konversi harus dibalik.

Tips: Anda harus membuat dahulu persamaan yang menghubungkan 1satuan di ruas kanan (untuk satuan yang menggunakan awalan kelipatan 10n seperti pada Tabel 3. untuk mendapatkan faktor konversi yang bernilai 1.

Contoh Konversi Satuan
Ubahlah setiap besaran di ruas kiri menjadi nilai ekivalennya dalam satuan di ruas kanan.                50 mm = … m
1 mm = 10-3 m       (diperoleh dari Tabel 3)
Bagi kedua ruas dengan 10-3 m sehingga diperoleh faktor konversi:
Untuk mengkonversi 50 mm ke nilai ekivalennya dalam meter, kita gunakan faktor konversi supaya ke satuan mm terpadat pada pembilang dan penyebut sehingga diperoleh:
























2.      DIMENSI SUATU BESARAN
Dimensi merupakan salah satu bentuk deskripsi suatu besaran, misalnya: panjang memiliki dimensi [L], massa [M], dan waktu [T]. Dimensi suatu besaran fisis yang lain dapat dinyatakan sebagai kombinasi dari besaran-besaran dasar panjang, massa, dan waktu. Contoh: volume, memiliki
dimensi [L3], karena volume = panjang x lebar x tinggi = [L]x[L]x[L]= [L3].
Analisis terhadap dimensi dapat digunakan untuk menguji kebenaran suatu persamaan yang menunjukkan hubungan berbagai besaran fisis. Misalnya, manakah hubungan yang benar: x = at ataukah x = at2 ? dengan x menyatakan jarak, a besarnya percepatan, dan t waktu. Diketahui jarak merupakan besaran panjang memiliki dimensi [L]. Percepatan memiliki dimensi [L]/[T2], sedangkan dimensi waktu adalah [T], sehingga: x = at,  ternyata x memiliki dimensi [L], dan at memiliki dimensi [L]/[T], berarti secara dimensional persamaan x = at tidak benar! Sedangkan x = at2 ternyata x dan at memiliki dimensi sama, yaitu [L]/[T], berarti secara dimensional persamaan x = at2 adalah benar!
Hal menarik yang dapat disimpulkan dari analisis dimensi ini adalah besaran fisis apapun bila memiliki dimensi sama berarti mendeskripsikan kuantitas fisis yang sama. Demikian pula sebaliknya, besaran-besaran berbeda tetapi mendeskripsikan kuantitas fisis yang sama, harus memiliki dimensi sama. Contohnya, Anda telah mengenal energi potensial, energi kinetik, dan energi mekanik. Karena ketiganya mendeskripsikan kuantitas fisis yang sama, yaitu energi, maka dimensi ketiga jenis energi tersebut juga sama, yaitu [M][L2]/[T2] atau [M][L2][T-2]. (Buktikan!).
Volume sebuah balok adalah hasil kali panjang, lebar dan tingginya (Gambar 8). Panjang, lebar, dan tinggi adalah besaran yang identik, yaitu ketiganya memiliki dimensi panjang. Oleh karena itu, dimensi volume adalah panjang3. Jadi, dimensi suatu besaran menunjukkan cara besaran itu tersusun dari besaran-besaran pokok.

Gambar8. Dimensi sebuah balok
Dimensi besaran pokok dinyatakan dengan lambang huruf tertentu (ditulis huruf besar) dan diberi kurung persegi, seperti diperlihatkan pada Tabel 3. Dengan alasan praktis, sering anda jumpai tanda kurung persegi ini dihilangkan. Dimensi suatu besaran turunan ditentukan oleh rumus besaran
turunan tersebut dinyatakan dalam besaran-besaran pokok.
Tips: Anda harus menulis dahulu rumus dasar dari besaran turunan yang akan anda tentukan dimensinya (lihat Tabel 2 kolom ke-2). Kemudian, rumus tersebut anda uraikan sampai ruas kananya hanya terdiri dari besaranbesaran pokok.
Contoh
Tentukan dimensi dari besaran-besaran berikut: a. volume b. massa jenis c. percepatan d. usaha
(a) Volume adalah hasil kali panjang, lebar, dan tinggi yang ketiganya memiliki dimensi panjang yaitu [L]. Oleh karena itu, dimensi volume:
[volume] = [panjang] . [lebar] . [tinggi]
= [L] . [L] . [L] = [L]3
(b) Massa jenis adalah hasil bagi massa dan volume. Masa memiliki dimensi [M] dan volume memiliki dimensi [L]3. Oleh karena itu, dimensi massa jenis:
 (c) Percepatan adalah hasil bagi kecepatan (besaran turunan) dengan waktu (dimensi = [T]), sedang kecepatan adalah hasil bagi perpindahan (dimensi = [L]) dengan waktu. Karena itu, dimensi kecepatan ditentukan dahulu baru kemudian dimensi percepatan
(d) Usaha adalah hasil kali gaya (besaran turunan) dengan perpindahan (dimensi = [L]), sedang gaya adalah hasil kali massa (dimensi = [M]) dengan percepatan (besaran turunan). Karena itu kita tentukan dahulu dimensi percepatan (lihat c), kemudian dimensi gaya dan akhirnya dimensi usaha. [percepatan] = [L][T]-2       (diperoleh dari hasil (c))
[gaya]  = [massa] . [percepatan]
= [M] . ([L][T]-2) = [M][L]2 [T]-2
[usaha] = [gaya] . [perpindahan]
= [M][L][T]-2 . [L] = [M][L]2 [T]-2
Dua besaran atau lebih hanya dapat anda jumlahkan atau kurangkan jika kedua atau semua besaran itu memiliki dimensi yang sama. Sebagai contoh anda tidak dapat menjumlahkan besaran kecepatan dengan besaran percepatan. Jadi, A + B + C hanya dapat anda jumlah jika ketiganya memiliki dimensi yang sama.
Tips: Dimensi ruas kanan persamaan harus sama dengan ruas kiri, yaitu dimensi perpindahan ([L]). Karena ruas kanan merupakan penjumlahan dari tiga besaran, maka ketiganya hanya dapat dijumlahkan jika ketiganya memiliki dimensi yang sama, yaitu dimensi perpindahan ([L]).
Contoh
Lintasan sebuah partikel dinyatakan dengan x = A + Bt + Ct2. Dalam persamaan ini x menunjukkan perpindahan dan t adalah waktu. Tentukan dimensi dan satuan SI dari A, B, C.
x = A + Bt + Ct²
Dimensi x = [L] dan dimensi t = [T] sehingga,
[L] = [A] + [B] [T] + [C] [T]² … (*)
Sesuai dengan prinsip penjumlahan besaran maka dari (*) Anda peroleh:
[A] = [L]
[B] [T] = [L]                    
[C] [T]² = [L]                    
Jika dimensi suatu besaran telah ditentukan maka satuan SI dari besaran itu dengan mudah dapat anda tetapkan dengan memasukkan satuan-satuan SI untuk setiap dimensi (meter untuk [L] dan sekon untuk [T]).
Karena dimensi A = [L], maka satuannya adalah m.
Karena dimensi B = [L] [T]-1, maka satuannya adalah m s-1.
Karena dimensi C = [L] [T]-2, maka satuannya adalah m s-2.
























  1. SUMBER-SUMBER KETIDAKPASTIAN DALAM PENGUKURAN
Ada tiga sumber utama yang menimbulkan ketidakpastian pengukuran, yaitu:
a.      Ketidakpastian Sistematik
Ketidakpastian sistematik bersumber dari alat ukur yang digunakan atau kondisi yang menyertai saat pengukuran. Bila sumber ketidakpastian adalah alat ukur, maka setiap alat ukur tersebut digunakan akan memproduksi ketidakpastian yang sama. Yang termasuk ketidakpastian sistematik antara lain:
1.      Ketidakpastian Alat
Ketidakpastian ini muncul akibat kalibrasi skala penunjukkan angka pada alat tidak tepat, sehingga pembacaan skala menjadi tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Misalnya, kuat arus listrik yang melewati suatu beban sebenarnya 1,0 A, tetapi bila diukur menggunakan suatu Ampermeter tertentu selalu terbaca 1,2 A. Untuk mengatasi ketidakpastian alat, harus dilakukan kalibrasi setiap alat tersebut dipergunakan.
2.      Kesalahan Nol
Ketidaktepatan penunjukkan alat pada skala nol juga melahirkan ketidakpastian sistematik. Hal ini sering terjadi, tetapi juga sering terabaikan. Pada sebagian besar alat umumnya sudah dilengkapi dengan skrup pengatur/pengenol. Bila sudah diatur maksimal tetap tidak tepat pada skala nol, maka untuk mengatasinya harus diperhitungkan selisih kesalahan tersebut setiap kali melakukan pembacaan skala.
3.      Waktu Respon Yang Tidak Tepat
Ketidakpastian pengukuran ini muncul akibat dari waktu pengukuran (pengambilan data) tidak bersamaan dengan saat munculnya data yang seharusnya diukur, sehingga data yang diperoleh bukan data yang sebenarnya. Misalnya, kita ingin mengukur periode getar suatu beban yang digantungkan pada pegas dengan menggunakan stopwatch. Selang waktu yang kita ukur sering tidak tepat karena terlalu cepat atau terlambat menekan tombol stopwatch saat kejadian berlangsung.


4.      Kondisi Yang Tidak Sesuai
Ketidakpastian pengukuran ini muncul karena kondisi alat ukur dipengaruhi oleh kejadian yang hendak diukur. Misal, mengukur nilai transistor saat dilakukan penyolderan, atau mengukur panjang sesuatu pada suhu tinggi menggunakan mistar logam. Hasil yang diperoleh tentu bukan nilai yang sebenarnya karena panas mempengaruhi sesuatu yang diukur maupun alat pengukurnya.
b.      Ketidakpastian Random
Ketidakpastian random umumnya bersumber dari gejala yang tidak mungkin dikendalikan secara pasti atau tidak dapat diatasi secara tuntas. Gejala tersebut umumnya merupakan perubahan yang sangat cepat dan acak hingga pengaturan atau pengontrolannya di luar kemampuan kita. Misalnya:
1.      Fluktuasi pada besaran listrik. Tegangan listrik selalu mengalami fluktuasi (perubahan terus menerus secara cepat dan acak). Akibatnya kalau kita ukur, nilainya juga berfluktuasi. Demikian pula saat kita mengukur kuat arus listrik.
2.      Getaran landasan. Alat yang sangat peka (misalnya seismograf) akan melahirkan ketidakpastian karena gangguan getaran landasannya.
3.      Radiasi latar belakang. Radiasi kosmos dari angkasa dapat mempengaruhi hasil pengukuran alat pencacah, sehingga melahirkan ketidakpastian random.
4.      Gerak acak molekul udara. Molekul udara selalu bergerak secara acak (gerak Brown), sehingga berpeluang mengganggu alat ukur yang halus, misalnya mikro-galvanometer dan melahirkan ketidakpastian pengukuran.
c.       Ketidakpastian Pengamatan
Ketidakpastian pengamatan merupakan ketidakpastian pengukuran yang bersumber dari kekurangterampilan manusia saat melakukan kegiatan pengukuran. Misalnya: metode pembacaan skala tidak tegak lurus (paralaks), salah dalam membaca skala, dan pengaturan atau pengesetan alat ukur yang kurang tepat.
Gambar 9. Ilustrasi kesalahan paralaks
Seiring kemajuan teknologi, alat ukur dirancang semakin canggih dan kompleks, sehingga banyak hal yang harus diatur sebelum alat tersebut digunakan. Bila yang mengoperasikan tidak terampil, semakin banyak yang harus diatur semakin besar kemungkinan untuk melakukan kesalahan sehingga memproduksi ketidakpastian yang besar pula.
Kesalahan mutlak suatu pengukuran adalah kesalahan terbesar yang mungkin timbul dalam pengukuran. Kesalahan mutlak sama dengan ketelitian alat ukur yang digunakan. Jika anda menggunakan mistar berskala milimeter, jangka sorong dan mikrometer sekrup dalam mengukur panjang suatu benda, maka kesalahan mutlaknya berturut-turut 1 mm, 0,1 mm dan 0,01 mm. Persen kesalahan ialah hasil bagi kesalahan mutlak dengan hasil pengukuran dikalikan dengan 100%. Pada tabel 1.4 ditunjukkan persen kesalahan dalam pengukuran benda yang panjangnya 5 mm ketika anda menggunakan mistar, jangka sorong dan mikrometer sekrup.
Tabel 4. Persen Kesalahan Mutlak






  1. MELAPORKAN HASIL PENGUKURAN
Pengukuran tunggal dalam kegiatan eksperimen sebenarnya dihindari karena menimbulkan ketidakpastian yang sangat besar. Namun, ada alasan tertentu yang mengharuskan sehingga suatu pengukuran hanya dapat dilakukan sekali saja. Misalnya, mengukur selang waktu kelahiran bayi kembar, atau mengukur kecepatan mobil yang lewat.
Bagaimana menuliskan hasil pengukuran tunggal tersebut? Setiap alat memiliki skala terkecil yang memberikan kontribusi besar pada kepresisian pengukuran. Skala terkecil adalah nilai atau hitungan antara dua gores skala bertetangga. Skala terkecil pada mistar adalah 1 mm.
Umumnya, secara fisik mata manusia masih mampu membaca ukuran hingga skala terkecil tetapi mengalami kesulitan pada ukuran yang kurang dari skala terkecil. Pembacaan ukuran yang kurang dari skala terkecil merupakan taksiran, dan sangat berpeluang memunculkan ketidakpastian. Mengacu pada logika berfikir demikian, maka lahirlah pandangan bahwa penulisan hasil pengukuran hingga setengah dari skala terkecil. Tetapi ada juga kelompok lain yang berpandangan bahwa membaca hingga skala terkecil pun sudah merupakan taksiran, karena itu penulisan hasil pengukuran paling teliti adalah sama dengan skala terkecil.
Berapa panjang logam yang terlihat pada gambar 10? Skala terkecil mistar pengukurnya adalah 0,1 cm. Menurut kelompok pertama, panjang logam dapat dituliskan 8,65 cm. Tetapi menurut kelompok kedua panjang logam hanya dapat ditulis 8,6 cm atau 8,7 cm.
Gambar 9. Mengukur dengan mistar

Skala terkecil jangka sorong
Skala terkecil jangka sorong bergantung pada pembagian skala nonius. Hal ini dapat dilihat pada rahang geser, seperti pada gambar 11. Perhatian: sering dihafal/dianggap skala terkecil jangka sorong = 0,1 mm. Hal ini tidak benar dan tidak bermanfaat. Bila pada rahang geser terdapat 11 garis/strip, berarti setiap 1 mm skala utama dibagi menjadi 10 skala nonius. Berarti skala terkecil nonius = 1 mm : 10 = 0,1 mm. Pada jangka sorong model demikian memang benar bahwa skala terkecilnya 0,1 mm. Tetapi di pasaran sudah banyak diproduksi jangka sorong dengan jumlah garis/strip pada rahang geser lebih banyak, misalnya dibuat 21 strip. Berarti 1 mm skala utama dibagi 20 skala nonius. Pada jangka sorong model demikian skala terkecilnya = 1 mm : 20 = 0,05 mm.

Gambar 11 : Skala jangka sorong dengan skala nonius 0,1 mm.
Hasil pembacaan ditulis sampai sama dengan skala terkecil.
Cara mendapatkan hasil pengukuran dengan jangka sorong adalah sebagai berikut:
a.       Perhatikan angka pada skala utama yang berdekatan dengan angka 0 pada nonius. Dalam kasus pada gambar 12, angka tersebut adalah 2,1 cm dan 2,2 cm.
b.      Perhatikan garis nonius yang tepat berimpit dengan garis pada skala utama. Dalam kasus di sini, garis nonius yang tepat berimpit dengan garis pada skala utama adalah garis kelima.
c.       Dari (a) dan (b) diperoleh bacaan jangka sorong: 2,1 + 0,05 = 2,15 cm atau 21,5 mm tanpa ada angka yang ditaksir, seperti pada mistar. Karena hasil pengukuran selalu mengandung angka terakhir sebagai angka taksiran, maka pengukuran panjang di atas harus dilaporkan sebagai 21,50 mm.
Gambar 12. Pengukuran panjang benda dengan jangka sorong
Skala terkecil mikrometer sekrup
Sebagaimana pada jangka sorong, skala terkecil mikrometer sekrup juga tidak bermanfaat untuk dihafalkan, karena bergantung pada pembagian skala utama oleh skala nonius pada rahang putarnya. Perhatikan gambar 13, rahan
g putar mikrometer sekrup membagi 1 mm skala utama menjadi 100 skala nonius (diperoleh dari 2 putaran x 50 skala nonius). Berarti skala terkecil mikrometer sekrup tersebut = 1 mm : 100 =0,01 mm.
Gambar 13. Skala mikrometer skrup dengan skala nonius 0,01 mm.
Hasil pembacaan ditulis sampai dengan setengah skala terkecil.
Cara mendapatkan hasil pengukuran dengan mikrometer sekrup adalah sebagai berikut:
a.       Perhatikan garis skala utama yang terdekat dengan tepi selubung luar. Dalam kasus pada gambar 14, garis skala utama tersebut adalah 4,5 mm lebih.
b.      Perhatikan garis mendatar pada selubung luar yang berimpit dengan garis mendatar pada skala utama. Dalam kasus di sini, garis mendatar pada selubung luar yang berimpit dengan garis mendatar pada skala utama adalah garis ke-47 (lihat gambar14 dengan seksama).
c.       Dari (a) dan (b) diperoleh bacaan mikrometer sekrup: 4,5 mm + 47 bagian = 4,5 mm + 0,47 mm = 4,97 mm tanpa ada angka yang ditaksir.
d.      Karena hasil pengukuran selalu mengandung angka terakhir sebagai angka taksiran, maka pengukuran panjang di atas dilaporkan sebagai 4,970 mm.

Gambar 14. Pengukuran panjang benda dengan mikrometer sekrup




















  1. NOTASI ILMIAH
Pengukuran dalam fisika terbentang mulai dari ukuran partikel yang sangat kecil, seperti massa elektron, sampai dengan ukuran yang sangat besar, seperti massa bumi. Penulisan hasil pengukuran benda sangat besar, misalnya massa bumi kira-kira 
6 000 000 000 000 000 000 000 000 kg
atau hasil pengukuran partikel sangat kecil, misalnya massa sebuah elektron kira-kira:
0,000 000 000 000 000 000 000 000 000 000 911 kg
memerlukan tempat yang lebar dan sering salah dalam penulisannya. Untuk mengatasi masalah tersebut, kita dapat menggunakan notasi ilmiah atau notasi baku.
Dalam notasi ilmiah, hasil pengukuran dinyatakan sebagai:
a, ………x 10n ……………………………………………… (1.1)
di mana:
a adalah bilangan asli mulai dari 1 sampai dengan 9,
n disebut eksponen dan merupakan bilangan bulat.
Dalam persamaan (1.1),
a, …….. disebut bilangan penting,
10n disebut orde besar.
(Bilangan penting akan dibahas lebih lanjut)
Penulisan dengan Notasi Ilmiah
Dalam mengubah penulisan hasil pengukuran dari notasi biasa ke notasi ilmiah, pertama kali yang perlu anda perhatikan adalah apakah bilangan hasil pengukuran lebih besar atau sama dengan 10 ataukah lebih kecil daripada 1. Jika bilangan adalah lebih besar atau sama dengan 10, berilah koma desimal di akhir bilangan tersebut jika bilangan tersebut belum memiliki koma desimal, kemudian pindahkan koma desimal tersebut ke kiri sampai tersisa hanya satu angka di kiri koma desimal. Contohnya untuk massa bumi,
6 000 000 000 000 000 000 000 000 kg
6 000 000 000 000 000 000 000 000, kg koma desimal di akhir bilangan
6, 000 000 000 000 000 000 000 000, kg koma desimal dipindah ke kiri sampai tersisa hanya satu angka di kiri, yaitu 6
Selanjutnya, hitung banyak angka yang dilewati ketika anda memindahkan koma desimal ke kiri. Banyak angka tersebut menyatakan eksponen positif.
6, 000 000 000 000 000 000 000 000, kg = 6 x 1024 kg  (melewati 24 angka)
Dalam kasus ini, bilangan penting = 6 dan orde besar = 1024.
Perhatikan, angka nol di kanan 6 kita anggap bukan angka penting (aturan angka penting akan dijelaskan dalam sub bab angka penting.). Jika bilangan adalah lebih kecil daripada 1, pindahkan koma desimal ke kanan sampai ketemu satu angka bukan nol di kiri koma desimal. Contohnya untuk massa elektron.
0,000 000 000 000 000 000 000 000 000 000 911 kg
0,000 000 000 000 000 000 000 000 000 0009,11 kg
koma desimal dipindah ke kanan sampai ketemu satu angka bukan nol di kiri koma desimal, yaitu angka 9.
Selanjutnya, hitung banyaknya angka yang dilewati ketika Anda memindahkan koma desimal ke kanan. Banyaknya angka tersebut menyatakan eksponen negatif.
0,000 000 000 000 000 000 000 000 000 000 9,11 kg = 9,11 x 10-31 kg (melewati 31 angka)
Dalam kasus ini, bilangan penting = 9,11 dan orde besar = 10-31.
Tips: Untuk bilangan yang lebih besar dari 10 pindahkan koma desimal ke kiri dan eskponennya positif. Sedang untuk bilangan yang lebih kecil dari 1 pindahkan komadesimal ke kanan dan eksponenya negatif.

Penulisan dengan notasi ilmiah memudahkan hitungan aljabar: tambah, kurang, bagi dan kali. Perlu anda perhatikan bahwa operasi tambah atau kurang hanya dapat dilakukan jika eksponennya sama. Jika eksponennya tidak sama maka anda terlebih dahulu harus menyamakan eksponennya.

Tidak seperti operasi tambah atau kurang, dalam operasi kali atau bagi eksponennya tidak perlu sama. Dalam operasi kali, eksponen dijumlahkan, sedangkan dalam operasi bagi, eksponen dikurangkan.





























  1. APAKAH ANGKA PENTING ITU ?
Perhatikan kembali gambar 9? Panjang logam tersebut pasti melebihi 8,6 cm, dan jika skala tersebut kita perhatikan lebih cermat, ujung logam berada kira-kira di tengah-tengah skala 8,6 cm dan 8,7 cm. Kalau kita mengikuti aturan penulisan hasil pengukuran hingga setengah skala terkecil,
panjang logam dapat dituliskan 8,65 cm.
Angka terakhir (angka 5) merupakan angka taksiran, karena terbacanya angka tersebut hanyalah dari hasil menaksir atau memperkirakan saja. Berarti hasil pengukuran 8,65 cm terdiri dari dua angka pasti, yaitu angka 8 dan 6, dan satu angka taksiran yaitu angka 5. Angka-angka hasil pengukuran yang terdiri dari angka pasti dan angka taksiran disebut angka penting. Bila logam di atas diukur dengan jangka sorong atau mikrometer skrup, jumlah angka penting yang diperoleh makin banyak atau makin sedikit? Mengapa?.
Seandainya tepi logam berada tepat pada garis 8,6 cm, hasil pengukuran harus ditulis 8,60 cm bukan 8,6 cm? Mengapa? Penulisan angka nol pada 8,60 cm menunjukkan bahwa hasil pengukurannya tidak kurang dan tidak lebih dari 8,6 cm dan angka 6 masih merupakan angka pasti. Bila hanya ditulis 8,6 cm, maka angka 6 merupakan angka taksiran. Karena memberikan informasi atau makna tertentu, maka angka nol pada 8,60 termasuk angka penting.
Penulisan angka nol pada angka penting, ternyata memberikan implikasi yang amat berharga. Untuk mengidentifikasi apakah suatu angka tertentu termasuk angka penting atau bukan, dapat diikuti beberapa kriteria di bawah ini:
a)      Semua angka bukan nol termasuk angka penting.
Contoh: 2,45 memiliki 3 angka penting.
b)      Semua angka nol yang tertulis setelah titik desimal termasuk angka penting.
Contoh: 2,50 memiliki 3 angka penting 16,00 memiliki 4 angka penting.
c)      Angka nol yang tertulis di antara angka-angka penting (angka-angka bukan nol), juga termasuk angka penting.
Contoh: 207 memiliki 3 angka penting 10,50 memiliki 4 angka penting
d)     Angka nol yang tertulis sebelum angka bukan nol dan hanya berfungsi sebagai penunjuk titik desimal, tidak termasuk angka penting.
Contoh: 0,5 memiliki 1 angka penting 0,0860 memiliki 3 angka penting
Hasil pengukuran 186.000 meter memiliki berapa angka penting? Sulit untuk menjawab pertanyaan ini. Angka 6 mungkin angka taksiran dan tiga angka nol di belakangnya menunjukkan titik desimal. Tetapi dapat pula semua angka tersebut merupakan hasil pengukuran. Ada dua cara untuk memecahkan kesulitan ini. Pertama: titik desimal diubah menjadi satuan, diperoleh 186 km (terdiri 3 angka penting) atau 186,000 km (terdiri 6 angka penting). Kedua: ditulis dalam bentuk notasi baku, yaitu 1,86 x 105 m (terdiri 3 angka penting) atau 1,86000 x 105 m (terdiri 6 angka penting).
Jumlah angka penting dalam penulisan hasil pengukuran dapat dijadikan indikator tingkat ketelitian pengukuran yang dilakukan. Semakin banyak angka penting yang dituliskan, berarti pengukuran yang dilakukan semakin teliti. Berikut beberapa contoh penulisan hasil pengukuran dengan memperhatikan angka penting:
a. Satu angka penting : 2; 0,1; 0,003; 0,01 x 10-2
b. Dua angka penting : 1,6; 1,0; 0,010; 0,10 x 102
c. Tiga angka penting : 101; 1,25; 0,0623; 3,02 x 104
d. Empat angka penting : 1,000; 0,1020; 1,001 x 108
Aturan-aturan Angka Penting:
1.      Semua angka bukan nol adalah angka penting.
2.      Angka nol yang terletak di antara dua angka bukan nol termasuk angka penting.
3.      Semua angka nol yang terletak pada deretan akhir dari angka-angka yang ditulis di belakang koma desimal termasuk angka penting.
4.      Angka-angka nol yang digunakan hanya untuk tempat titik desimal adalah bukan angka penting.
Bilangan-bilangan puluhan, ratusan, ribuan, dan seterusnya yang memiliki angka-angka nol pada deretan akhir harus dituliskan dalam notasi ilmiah agar jelas apakah angka-angka nol tersebut adalah angka penting atau bukan
Aturan pembulatan angka-angka penting
Sebagaimana telah didiskusikan pada bagian sebelumnya, perhitungan yang melibatkan angka penting tidak dapat diperlakukan sama seperti operasi matematik biasa. Ada beberapa rambu yang harus diperhatikan, sehingga hasil perhitungannya tidak memiliki ketelitian melebihi ketelitian hasil pengukuran yang dioperasikan. Mengapa? Karena hal yang demikian jelas tidak mungkin. Kita ambil kembali contoh penjumlahan dan perkalian sebelumnya;
24,681 + 2,343 + 3,21 = 30,234  ditulis 30,23
3,22 x 2,1 = 6,762  ditulis 6,8
Mengapa pada hasil penjumlahan nilai 0,004 dihilangkan, sedangkan pada hasil perkalian nilai 0,062 dibulatkan menjadi 0,1?
Untuk membulatkan angka-angka penting, ada beberapa aturan yang harus kita ikuti:
a.       angka kurang dari 5, dibulatkan ke bawah (ditiadakan)
Contoh: 12,74 dibulatkan menjadi 12,7
b.      angka lebih dari 5, dibulatkan ke atas
Contoh: 12,78 dibulatkan menjadi 12,8
c.       angka 5, dibulatkan ke atas bila angka sebelumnya ganjil dan ditiadakan bila angka sebelumnya genap.
Contoh: 12,75 dibulatkan menjadi 12,8; 12,65 dibulatkan menjadi 12,6
Contoh menentukan banyaknya angka penting
(a) 836,5 g memiliki empat angka penting (Aturan 1)
(b) 75,006 kg memiliki lima angka penting (Aturan 2)
(c) 0,006 m memiliki satu angka penting (Aturan 4)
(d) 0,0060 m memiliki dua angka penting (Aturan 3)
(e) 8900 g ditulis 8,9 x 103 memiliki dua angka penting (Aturan 5)
(f) 8900 g ditulis 8,90 x 103 memiliki tiga angka penting (Aturan 5)
(g) 8900 g ditulis 8,900 x 103 memiliki empat angka penting (Aturan 5).
Berhitung Dengan Angka Penting
Setelah mencatat hasil pengukuran dengan tepat, diperoleh data-data kuantitatif yang mengandung sejumlah angka-angka penting. Sering kali, angka-angka tersebut harus dijumlahkan, dikurangkan, dibagi, atau dikalikan. Ketika kita mengoperasikan angka-angka penting hasil pengukuran, jangan lupa hasil yang kita dapatkan melalui perhitungan tidak mungkin memiliki ketelitian melebihi ketelitian hasil pengukuran.
Dalam perhitungan kita sering memperoleh jawaban yang memiliki lebih banyak angka daripada yang telah kita tetapkan dalam suatu aturan. Karena itu sangatlah perlu untuk meniadakan angka-angka tidak penting agar dapat menyatakan jawaban dengan banyak angka penting yang sesuai. Ketika angka-angka ditiadakan dari suatu bilangan, nilai dari angka terakhir yang dipertahankan ditentukan dengan suatu proses yang disebut sebagai pembulatan bilangan. Ada dua aturan yang akan digunakan dalam buku ini untuk membulatkan bilangan.
Aturan 1:
Jika angka pertama setelah angka yang akan anda pertahankan adalah 4 atau lebih kecil, angka itu dan seluruh angka di sebelah kanannya ditiadakan. Angka terakhir yang dipertahankan tidak berubah. Sebagai contoh mari kita bulatkan sampai empat angka: 75,494 = 75,49; Angka (4)  ditiadakan 1,00839 = 1,008 Kedua angka (3 dan 9) ditiadakan
Aturan 2 :
Jika angka pertama setelah angka yang akan anda pertahankan adalah 5 atau lebih besar, angka itu dan seluruh angka di sebelah kanannya ditiadakan. Angka terakhir yang dipertahankan bertambah satu. Sebagai contoh mari kita bulatkan sampai empat angka:
1,037878 = 1,038 ketiga angka ( 8, 7 dan 8) ditiadakan, dan angka (7) diubah menjadi (8)
28,027500 = 28,03 ketiga angka (7, 5, dan nol) ditiadakan, dan angka (2) diubah menjadi (3)
12,897 = 12,90 Angka (9 dan 7) ditiadakan, dan angka (8 dan 9) diubah menjadi (9 dan 0)
Hasil operasi matematis yang diperoleh dari pengukuran tidak bisa lebih teliti daripada hasil pengukuran dengan ketelitian paling kecil. Misalkan diperoleh hasil-hasil pengukuran panjang: 8,16 m dan 16,3 m. Anda diminta untuk menyatakan hasil penjumlahan dari kedua pengukuran tersebut. Telah anda ketahui, hasil pengukuran 8,16 m memiliki ketelitian 0,1m (sebab angka terakhir, yaitu 6 adalah angka taksiran), sedang hasil pengukuran 16,3 m memiliki ketelitian 1 meter (sebab angka terakhir 3 adalah angka taksiran). Sesuai dengan aturan maka hasil penjumlahan hanya boleh memiliki ketelitian 1 meter, yaitu hasil pengukuran dengan ketelitian paling kecil. Pertama, jumlahkan 8,16 m dengan 16,3 m untuk memperoleh hasil 24,46 m. Kemudian, bulatkan hingga hasilnya memiliki ketelitian 1 m. Diperoleh hasil 24,5 m, dimana angka 5 adalah angka taksiran (atau angka yang diragukan). Jadi, dapatlah kita nyatakan bahwa hasil penjumlahan atau pengurangan hanya boleh mengandung satu angka taksiran (ingat bahwa angka taksiran adalah angka terakhir).
Penjumlahan atau pengurangan bilangan-bilangan penting
Tips: Lakukan operasi penjumlahan atau pengurangan secara biasa, kemudian bulatkan hasilnya hingga memiliki ketelitian sama dengan ketelitian terkecil dari salah satu bilangan yang terlibat dalam operasi tersebut.
Perkalian atau pembagian bilangan-bilangan penting
Suatu metode berbeda digunakan dalam operasi perkalian atau pembagian bilangan-bilangan penting. Pertama, lakukan prosedur perkalian atau pembagian dengan cara biasa. Kemudian, bulatkan hasilnya ingá memiliki banyak angka penting yang sama dengan salah satu bilangan yang
terlibat, yang memiliki angka penting paling sedikit. Untuk lebih jelasnya, perhatikan hasil perkalian tersebut.
3, 2 2 m           memiliki tiga angka penting
2, 1 m              memiliki dua angka penting (paling sedikit)
------------ x
3, 2 2
6, 4 4
----------- +
6, 7 6 2 m 2 = 6,8 m2 karena hasil penjumlahan hanya boleh mengandung satu angka taksiran.
Tampak bahwa hasil perkalian 6,8 m² memiliki dua angka penting, dan ini sama dengan banyak angka penting yang dimiliki oleh 2,1 m, yaitu bilangan yang memiliki angka penting paling sedikit yang terlibat dalam operasi perkalian.
Tips: Pertama lakukan prosedur perkalian atau pembagian dengan cara biasa, kemudian bulatkan hasilnya hingga memiliki banyak angka penting yang sama dengan salah satu bilangan yang terlibat dalam operasi, yang memiliki angka penting paling sedikit.
Bagaimana jika operasi perkalian atau pembagian dilakukan antara bilangan penting dengan bilangan eksak? Hasil perkalian atau pembagian antara bilangan penting dengan bilangan eksak hanya boleh memiliki angka penting sebanyak angka penting pada bilangan pentingnya.
Aplikasi memangkatkan atau menarik akar suatu bilangan penting
Bagaimana memangkatkan atau menarik akar dari suatu bilangan penting? Hasil memangkatkan atau menarik akar dari suatu bilangan penting hanya boleh memiliki angka penting sebanyak angka penting dari bilangan penting yang dipangkatkan atau ditarik akarnya.
Membedakan bilangan penting dan bilangan eksak
Bilangan penting merupakan bilangan hasil pengukuran sedangkan bilangan eksak diperoleh karena kegiatan membilang bukan mengukur, contoh:
a)      Tinggi Badi 165 cm.
165 adalah bilangan penting karena diperoleh dari hasil pengukuran panjang.
b)      Skor PSIS – Persebaya 2 – 1
Bilangan 2 dan 1 adalah bilangan eksak karena diperoleh dari kegiatan membilang, bukan mengukur.
c)      Penduduk kabupaten Tanah Toraja Juli 1993 adalah 326 693 jiwa.
Bilangan 326 693 adalah bilangan eksak karena diperoleh dari kegiatan membilang jumlah penduduk.
d)     Tegangan dan arus listrik di rumah anda adalah 220 V 16 A.

Bilangan 220 dan 16 adalah bilangan penting sebab diperoleh dari hasil pengukuran tegangan listrik dan kuat arus listrik.
Read more »»