- KONVERSI SATUAN
Satuan-satuan dikalikan dan dibagi persis seperti
operasi aljabar biasa. Fakta
ini memudahkan kita mengkonversi dari satu satuan ke nilai ekivalen dalam
satuan lainnya. Ide kunci adalah bahwa kita dapat menyatakan suatu besaran
fisika dalam dua satuan yang berbeda dan membentuk suatu persamaan. Sebagai
contoh, 1 menit = 60 s, tidak kita artikan bahwa 1 sama dengan angka 60. Tetapi
yang kita maksudkan adalah selang waktu 1 menit sama dengan selang waktu 60 s.
Jika pada persamaan itu kedua ruas kita bagi dengan 60 s, kita peroleh:
Karena
setiap besaran dapat dikalikan dengan 1 tanpa mengubah nilainya, kita dapat
mengkonversi 5 menit menjadi nilai ekivalennya dalam sekon dengan mengalikannya
dengan faktor konversi
Satuan
menit tidak dapat dihilangkan karena keduanya terdapat pada pembilang. Ini
menyatakan bahwa faktor konversi harus dibalik.
Tips: Anda harus membuat dahulu persamaan yang
menghubungkan 1satuan di ruas kanan (untuk satuan yang menggunakan awalan
kelipatan 10n seperti pada Tabel 3. untuk mendapatkan faktor
konversi yang bernilai 1.
Contoh Konversi Satuan
Ubahlah
setiap besaran di ruas kiri menjadi nilai ekivalennya dalam satuan di ruas
kanan. 50 mm = … m
1 mm = 10-3 m (diperoleh dari Tabel 3)
Bagi kedua ruas dengan 10-3 m sehingga
diperoleh faktor konversi:
Untuk mengkonversi 50 mm ke nilai ekivalennya
dalam meter, kita gunakan faktor konversi
supaya ke satuan mm terpadat pada pembilang dan penyebut
sehingga diperoleh:
2. DIMENSI SUATU BESARAN
Dimensi merupakan salah satu
bentuk deskripsi suatu besaran, misalnya: panjang memiliki dimensi [L], massa
[M], dan waktu [T]. Dimensi suatu besaran fisis yang lain dapat dinyatakan
sebagai kombinasi dari besaran-besaran dasar panjang, massa, dan waktu. Contoh:
volume, memiliki
dimensi [L3], karena volume = panjang x lebar x tinggi =
[L]x[L]x[L]= [L3].
Analisis terhadap dimensi dapat
digunakan untuk menguji kebenaran suatu persamaan yang menunjukkan hubungan
berbagai besaran fisis. Misalnya, manakah hubungan yang benar: x = at ataukah x
= at2 ? dengan x menyatakan jarak, a besarnya percepatan, dan t
waktu. Diketahui jarak merupakan besaran panjang memiliki dimensi [L].
Percepatan memiliki dimensi [L]/[T2], sedangkan dimensi waktu adalah
[T], sehingga: x = at, ternyata x
memiliki dimensi [L], dan at memiliki dimensi [L]/[T], berarti secara
dimensional persamaan x = at tidak benar! Sedangkan x = at2 ternyata
x dan at memiliki dimensi sama, yaitu [L]/[T], berarti secara dimensional
persamaan x = at2 adalah benar!
Hal menarik yang dapat
disimpulkan dari analisis dimensi ini adalah besaran fisis apapun bila memiliki
dimensi sama berarti mendeskripsikan kuantitas fisis yang sama. Demikian pula sebaliknya,
besaran-besaran berbeda tetapi mendeskripsikan kuantitas fisis yang sama, harus
memiliki dimensi sama. Contohnya, Anda telah mengenal energi potensial, energi
kinetik, dan energi mekanik. Karena ketiganya mendeskripsikan kuantitas fisis
yang sama, yaitu energi, maka dimensi ketiga jenis energi tersebut juga sama,
yaitu [M][L2]/[T2] atau [M][L2][T-2].
(Buktikan!).
Volume sebuah balok adalah hasil kali panjang,
lebar dan tingginya (Gambar 8). Panjang, lebar, dan tinggi adalah besaran yang
identik, yaitu ketiganya memiliki dimensi panjang. Oleh karena itu, dimensi
volume adalah panjang3. Jadi, dimensi suatu besaran menunjukkan
cara besaran itu tersusun dari besaran-besaran pokok.

Gambar8.
Dimensi sebuah balok
Dimensi besaran pokok dinyatakan dengan lambang
huruf tertentu (ditulis huruf besar) dan diberi kurung persegi, seperti
diperlihatkan pada Tabel 3. Dengan alasan praktis, sering anda jumpai tanda
kurung persegi ini dihilangkan. Dimensi suatu besaran turunan ditentukan oleh
rumus besaran
turunan
tersebut dinyatakan dalam besaran-besaran pokok.
Tips: Anda harus menulis dahulu rumus dasar dari
besaran turunan yang akan anda tentukan dimensinya (lihat Tabel 2 kolom ke-2).
Kemudian, rumus tersebut anda uraikan sampai ruas kananya hanya terdiri dari
besaranbesaran pokok.
Contoh
Tentukan
dimensi dari besaran-besaran berikut: a. volume b. massa jenis c. percepatan d.
usaha
(a) Volume adalah hasil kali
panjang, lebar, dan tinggi yang ketiganya memiliki dimensi panjang yaitu [L].
Oleh karena itu, dimensi volume:
[volume] = [panjang] . [lebar] . [tinggi]
= [L] . [L] . [L] = [L]3
(b) Massa jenis adalah hasil bagi
massa dan volume. Masa
memiliki dimensi [M] dan volume memiliki dimensi [L]3. Oleh karena itu, dimensi massa jenis:
(c)
Percepatan adalah hasil bagi kecepatan (besaran turunan) dengan waktu (dimensi
= [T]), sedang kecepatan adalah hasil bagi perpindahan (dimensi = [L]) dengan
waktu. Karena itu, dimensi kecepatan ditentukan dahulu baru kemudian dimensi
percepatan

(d) Usaha adalah hasil kali gaya (besaran
turunan) dengan perpindahan (dimensi = [L]), sedang gaya adalah hasil kali
massa (dimensi = [M]) dengan percepatan (besaran turunan). Karena itu kita
tentukan dahulu dimensi percepatan (lihat c), kemudian dimensi gaya dan
akhirnya dimensi usaha. [percepatan]
= [L][T]-2 (diperoleh
dari hasil (c))
[gaya] =
[massa] . [percepatan]
= [M] . ([L][T]-2) = [M][L]2
[T]-2
[usaha] = [gaya] . [perpindahan]
= [M][L][T]-2 . [L] = [M][L]2
[T]-2
Dua besaran atau lebih hanya dapat anda jumlahkan
atau kurangkan jika kedua atau semua besaran itu memiliki dimensi yang sama.
Sebagai contoh anda tidak dapat menjumlahkan besaran kecepatan dengan besaran
percepatan. Jadi, A + B + C hanya dapat anda jumlah jika ketiganya memiliki
dimensi yang sama.
Tips: Dimensi ruas kanan persamaan harus sama dengan
ruas kiri, yaitu dimensi perpindahan ([L]). Karena ruas kanan merupakan
penjumlahan dari tiga besaran, maka ketiganya hanya dapat dijumlahkan jika
ketiganya memiliki dimensi yang sama, yaitu dimensi perpindahan ([L]).
Contoh
Lintasan
sebuah partikel dinyatakan dengan x = A + Bt + Ct2. Dalam persamaan
ini x menunjukkan perpindahan dan t adalah waktu. Tentukan dimensi dan satuan SI dari A, B, C.
x = A + Bt + Ct²
Dimensi x = [L] dan dimensi t = [T] sehingga,
[L] = [A] + [B] [T] + [C] [T]² … (*)
Sesuai dengan prinsip penjumlahan besaran maka
dari (*) Anda peroleh:
[A] = [L]
Jika dimensi suatu besaran telah ditentukan maka
satuan SI dari besaran itu dengan mudah dapat anda tetapkan dengan memasukkan
satuan-satuan SI untuk setiap dimensi (meter untuk [L] dan sekon untuk [T]).
Karena
dimensi A = [L], maka satuannya adalah m.
Karena
dimensi B = [L] [T]-1, maka satuannya adalah m s-1.
Karena
dimensi C = [L] [T]-2, maka satuannya adalah m s-2.
- SUMBER-SUMBER KETIDAKPASTIAN DALAM PENGUKURAN
Ada tiga sumber utama yang
menimbulkan ketidakpastian pengukuran, yaitu:
a.
Ketidakpastian Sistematik
Ketidakpastian sistematik
bersumber dari alat ukur yang digunakan atau kondisi yang menyertai saat
pengukuran. Bila sumber ketidakpastian adalah alat ukur, maka setiap alat ukur
tersebut digunakan akan memproduksi ketidakpastian yang sama. Yang termasuk
ketidakpastian sistematik antara lain:
1.
Ketidakpastian Alat
Ketidakpastian ini muncul akibat
kalibrasi skala penunjukkan angka pada alat tidak tepat, sehingga pembacaan
skala menjadi tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Misalnya, kuat arus listrik
yang melewati suatu beban sebenarnya 1,0 A, tetapi bila diukur menggunakan
suatu Ampermeter tertentu selalu terbaca 1,2 A. Untuk mengatasi ketidakpastian
alat, harus dilakukan kalibrasi setiap alat tersebut dipergunakan.
2.
Kesalahan Nol
Ketidaktepatan penunjukkan alat
pada skala nol juga melahirkan ketidakpastian sistematik. Hal ini sering
terjadi, tetapi juga sering terabaikan. Pada sebagian besar alat umumnya sudah
dilengkapi dengan skrup pengatur/pengenol. Bila sudah diatur maksimal tetap tidak
tepat pada skala nol, maka untuk mengatasinya harus diperhitungkan selisih
kesalahan tersebut setiap kali melakukan pembacaan skala.
3.
Waktu Respon Yang Tidak Tepat
Ketidakpastian pengukuran ini
muncul akibat dari waktu pengukuran (pengambilan data) tidak bersamaan dengan
saat munculnya data yang seharusnya diukur, sehingga data yang diperoleh bukan
data yang sebenarnya. Misalnya, kita ingin mengukur periode getar suatu beban
yang digantungkan pada pegas dengan menggunakan stopwatch. Selang waktu yang
kita ukur sering tidak tepat karena terlalu cepat atau terlambat menekan tombol
stopwatch saat kejadian berlangsung.
4.
Kondisi Yang Tidak Sesuai
Ketidakpastian pengukuran ini
muncul karena kondisi alat ukur dipengaruhi oleh kejadian yang hendak diukur.
Misal, mengukur nilai transistor saat dilakukan penyolderan, atau mengukur
panjang sesuatu pada suhu tinggi menggunakan mistar logam. Hasil yang diperoleh
tentu bukan nilai yang sebenarnya karena panas mempengaruhi sesuatu yang diukur
maupun alat pengukurnya.
b.
Ketidakpastian Random
Ketidakpastian random umumnya
bersumber dari gejala yang tidak mungkin dikendalikan secara pasti atau tidak
dapat diatasi secara tuntas. Gejala tersebut umumnya merupakan perubahan yang
sangat cepat dan acak hingga pengaturan atau pengontrolannya di luar kemampuan
kita. Misalnya:
1.
Fluktuasi pada besaran listrik.
Tegangan listrik selalu mengalami fluktuasi (perubahan terus menerus secara
cepat dan acak). Akibatnya kalau kita ukur, nilainya juga berfluktuasi.
Demikian pula saat kita mengukur kuat arus listrik.
2.
Getaran landasan. Alat yang
sangat peka (misalnya seismograf) akan melahirkan ketidakpastian karena
gangguan getaran landasannya.
3.
Radiasi latar belakang. Radiasi
kosmos dari angkasa dapat mempengaruhi hasil pengukuran alat pencacah, sehingga
melahirkan ketidakpastian random.
4.
Gerak acak molekul udara. Molekul
udara selalu bergerak secara acak (gerak Brown), sehingga berpeluang mengganggu
alat ukur yang halus, misalnya mikro-galvanometer dan melahirkan ketidakpastian
pengukuran.
c.
Ketidakpastian Pengamatan
Ketidakpastian pengamatan
merupakan ketidakpastian pengukuran yang bersumber dari kekurangterampilan
manusia saat melakukan kegiatan pengukuran. Misalnya: metode pembacaan skala
tidak tegak lurus (paralaks), salah dalam membaca skala, dan pengaturan atau pengesetan
alat ukur yang kurang tepat.

Gambar 9. Ilustrasi kesalahan paralaks
Seiring kemajuan teknologi, alat
ukur dirancang semakin canggih dan kompleks, sehingga banyak hal yang harus
diatur sebelum alat tersebut digunakan. Bila yang mengoperasikan tidak
terampil, semakin banyak yang harus diatur semakin besar kemungkinan untuk
melakukan kesalahan sehingga memproduksi ketidakpastian yang besar pula.
Kesalahan mutlak suatu pengukuran
adalah kesalahan terbesar yang mungkin timbul dalam pengukuran. Kesalahan
mutlak sama dengan ketelitian alat ukur yang digunakan. Jika anda menggunakan
mistar berskala milimeter, jangka sorong dan mikrometer sekrup dalam mengukur
panjang suatu benda, maka kesalahan mutlaknya berturut-turut 1 mm, 0,1 mm dan
0,01 mm. Persen kesalahan ialah hasil bagi kesalahan mutlak dengan hasil
pengukuran dikalikan dengan 100%. Pada tabel 1.4 ditunjukkan persen kesalahan
dalam pengukuran benda yang panjangnya 5 mm ketika anda menggunakan mistar,
jangka sorong dan mikrometer sekrup.
Tabel 4. Persen Kesalahan Mutlak

- MELAPORKAN HASIL PENGUKURAN
Pengukuran tunggal dalam kegiatan
eksperimen sebenarnya dihindari karena menimbulkan ketidakpastian yang sangat
besar. Namun, ada alasan tertentu yang mengharuskan sehingga suatu pengukuran hanya
dapat dilakukan sekali saja. Misalnya, mengukur selang waktu kelahiran bayi
kembar, atau mengukur kecepatan mobil yang lewat.
Bagaimana menuliskan hasil
pengukuran tunggal tersebut? Setiap alat memiliki skala terkecil yang
memberikan kontribusi besar pada kepresisian pengukuran. Skala terkecil adalah
nilai atau hitungan antara dua gores skala bertetangga. Skala terkecil pada
mistar adalah 1 mm.
Umumnya, secara fisik mata manusia masih mampu membaca ukuran hingga skala
terkecil tetapi mengalami kesulitan pada ukuran yang kurang dari skala
terkecil. Pembacaan ukuran yang kurang dari skala terkecil merupakan taksiran,
dan sangat berpeluang memunculkan ketidakpastian. Mengacu pada logika berfikir
demikian, maka lahirlah pandangan bahwa penulisan hasil pengukuran hingga
setengah dari skala terkecil. Tetapi ada juga kelompok lain yang berpandangan
bahwa membaca hingga skala terkecil pun sudah merupakan taksiran, karena itu penulisan
hasil pengukuran paling teliti adalah sama dengan skala terkecil.
Berapa panjang logam yang
terlihat pada gambar 10? Skala terkecil mistar pengukurnya adalah 0,1 cm.
Menurut kelompok pertama, panjang logam dapat dituliskan 8,65 cm. Tetapi
menurut kelompok kedua panjang logam hanya dapat ditulis 8,6 cm atau 8,7 cm.

Gambar 9. Mengukur dengan mistar
Skala terkecil jangka sorong
Skala terkecil jangka sorong
bergantung pada pembagian skala nonius. Hal ini dapat dilihat pada rahang geser,
seperti pada gambar 11. Perhatian: sering dihafal/dianggap skala
terkecil jangka sorong = 0,1 mm. Hal ini tidak benar dan tidak bermanfaat. Bila
pada rahang geser terdapat 11 garis/strip, berarti setiap 1 mm skala utama dibagi
menjadi 10 skala nonius. Berarti skala terkecil nonius = 1 mm : 10 = 0,1 mm.
Pada jangka sorong model demikian memang benar bahwa skala terkecilnya 0,1 mm.
Tetapi di pasaran sudah banyak diproduksi jangka sorong dengan jumlah
garis/strip pada rahang geser lebih banyak, misalnya dibuat 21 strip. Berarti 1
mm skala utama dibagi 20 skala nonius. Pada jangka sorong model demikian skala
terkecilnya = 1 mm : 20 = 0,05 mm.

Gambar 11 : Skala jangka sorong dengan skala nonius 0,1 mm.
Hasil pembacaan ditulis sampai sama dengan skala terkecil.
Cara mendapatkan hasil pengukuran
dengan jangka sorong adalah sebagai berikut:
a.
Perhatikan angka pada skala utama
yang berdekatan dengan angka 0 pada nonius. Dalam kasus pada gambar 12, angka
tersebut adalah 2,1 cm dan 2,2 cm.
b.
Perhatikan garis nonius yang
tepat berimpit dengan garis pada skala utama. Dalam kasus di sini, garis nonius
yang tepat berimpit dengan garis pada skala utama adalah garis kelima.
c.
Dari (a) dan (b) diperoleh bacaan
jangka sorong: 2,1 + 0,05 = 2,15 cm atau 21,5 mm tanpa ada angka yang ditaksir,
seperti pada mistar. Karena hasil pengukuran selalu mengandung angka terakhir
sebagai angka taksiran, maka pengukuran panjang di atas harus dilaporkan
sebagai 21,50 mm.

Gambar 12. Pengukuran panjang benda dengan jangka sorong
Skala terkecil mikrometer sekrup
Sebagaimana pada jangka sorong,
skala terkecil mikrometer sekrup juga tidak bermanfaat untuk dihafalkan, karena
bergantung pada pembagian skala utama oleh skala nonius pada rahang putarnya. Perhatikan
gambar 13, rahan
g putar mikrometer sekrup membagi
1 mm skala utama menjadi 100 skala nonius (diperoleh dari 2 putaran x 50 skala nonius).
Berarti skala terkecil mikrometer sekrup tersebut = 1 mm : 100 =0,01 mm.

Gambar 13. Skala mikrometer skrup dengan skala nonius 0,01 mm.
Hasil pembacaan ditulis sampai dengan setengah skala terkecil.
Cara mendapatkan hasil pengukuran
dengan mikrometer sekrup adalah sebagai berikut:
a.
Perhatikan garis skala utama yang
terdekat dengan tepi selubung luar. Dalam kasus pada gambar 14, garis skala
utama tersebut adalah 4,5 mm lebih.
b.
Perhatikan garis mendatar pada
selubung luar yang berimpit dengan garis mendatar pada skala utama. Dalam kasus
di sini, garis mendatar pada selubung luar yang berimpit dengan garis mendatar
pada skala utama adalah garis ke-47 (lihat gambar14 dengan seksama).
c.
Dari (a) dan (b) diperoleh bacaan
mikrometer sekrup: 4,5 mm + 47 bagian = 4,5 mm + 0,47 mm = 4,97 mm tanpa ada
angka yang ditaksir.
d.
Karena hasil pengukuran selalu
mengandung angka terakhir sebagai angka taksiran, maka pengukuran panjang di
atas dilaporkan sebagai 4,970 mm.

Gambar 14. Pengukuran panjang benda dengan mikrometer sekrup
- NOTASI ILMIAH
Pengukuran dalam fisika terbentang mulai dari
ukuran partikel yang sangat kecil, seperti massa elektron, sampai dengan ukuran
yang sangat besar, seperti massa bumi. Penulisan hasil pengukuran benda sangat
besar, misalnya massa bumi kira-kira
6 000 000 000 000 000 000 000 000 kg
atau hasil
pengukuran partikel sangat kecil, misalnya massa sebuah elektron kira-kira:
0,000 000 000 000 000 000 000 000 000 000 911 kg
memerlukan
tempat yang lebar dan sering salah dalam penulisannya. Untuk mengatasi masalah
tersebut, kita dapat menggunakan notasi ilmiah atau notasi baku.
Dalam
notasi ilmiah, hasil pengukuran dinyatakan sebagai:
a, ………x 10n ……………………………………………… (1.1)
di mana:
a adalah bilangan asli mulai dari 1 sampai dengan
9,
n disebut eksponen dan merupakan bilangan bulat.
Dalam persamaan
(1.1),
a, …….. disebut bilangan penting,
10n disebut orde besar.
(Bilangan
penting akan dibahas lebih lanjut)
Penulisan
dengan Notasi Ilmiah
Dalam mengubah penulisan hasil pengukuran dari
notasi biasa ke notasi ilmiah, pertama kali yang perlu anda perhatikan adalah
apakah bilangan hasil pengukuran lebih besar atau sama dengan 10 ataukah lebih
kecil daripada 1. Jika bilangan adalah lebih besar atau sama dengan 10, berilah
koma desimal di akhir bilangan tersebut jika bilangan tersebut belum memiliki koma
desimal, kemudian pindahkan koma desimal tersebut ke kiri sampai tersisa hanya
satu angka di kiri koma desimal. Contohnya untuk massa bumi,
6 000 000 000 000 000 000 000 000 kg
6 000 000 000 000 000 000 000 000, kg koma desimal
di akhir bilangan
6, 000 000 000 000 000 000 000 000, kg
koma desimal dipindah ke kiri sampai tersisa hanya satu angka di kiri, yaitu 6
Selanjutnya, hitung banyak angka yang dilewati
ketika anda memindahkan koma desimal ke kiri. Banyak angka tersebut menyatakan eksponen
positif.
6, 000 000 000 000 000 000 000 000, kg = 6 x 1024
kg (melewati 24 angka)
Dalam kasus ini, bilangan penting = 6 dan orde
besar = 1024.
Perhatikan,
angka nol di kanan 6 kita anggap bukan angka penting (aturan angka penting akan
dijelaskan dalam sub bab angka penting.). Jika bilangan adalah lebih kecil
daripada 1, pindahkan koma desimal ke kanan sampai ketemu satu angka bukan nol
di kiri koma desimal. Contohnya untuk massa elektron.
0,000 000 000 000 000 000 000 000 000 000 911 kg
0,000 000 000 000 000 000 000 000 000 0009,11 kg
koma
desimal dipindah ke kanan sampai ketemu satu angka bukan nol di kiri koma
desimal, yaitu angka 9.
Selanjutnya, hitung banyaknya angka yang dilewati
ketika Anda memindahkan koma desimal ke kanan. Banyaknya angka tersebut menyatakan
eksponen negatif.
0,000 000 000 000 000 000 000 000 000 000 9,11 kg
= 9,11 x 10-31 kg (melewati 31 angka)
Dalam
kasus ini, bilangan penting = 9,11 dan orde besar = 10-31.
Tips: Untuk bilangan yang lebih besar dari 10 pindahkan
koma desimal ke kiri dan eskponennya positif. Sedang untuk bilangan yang lebih
kecil dari 1 pindahkan komadesimal ke kanan dan eksponenya negatif.
Penulisan dengan notasi ilmiah memudahkan hitungan
aljabar: tambah, kurang, bagi dan kali. Perlu anda perhatikan bahwa operasi
tambah atau kurang hanya dapat dilakukan jika eksponennya sama. Jika
eksponennya tidak sama maka anda terlebih dahulu harus menyamakan eksponennya.
Tidak seperti operasi tambah atau kurang, dalam
operasi kali atau bagi eksponennya tidak perlu sama. Dalam operasi kali,
eksponen dijumlahkan, sedangkan dalam operasi bagi, eksponen dikurangkan.
- APAKAH ANGKA PENTING ITU ?
Perhatikan kembali gambar 9?
Panjang logam tersebut pasti melebihi 8,6 cm, dan jika skala tersebut kita
perhatikan lebih cermat, ujung logam berada kira-kira di tengah-tengah skala
8,6 cm dan 8,7 cm. Kalau kita mengikuti aturan penulisan hasil pengukuran
hingga setengah skala terkecil,
panjang logam dapat dituliskan 8,65 cm.
Angka terakhir (angka 5)
merupakan angka taksiran, karena terbacanya angka tersebut hanyalah dari hasil
menaksir atau memperkirakan saja. Berarti hasil pengukuran 8,65 cm terdiri dari
dua angka pasti, yaitu angka 8 dan 6, dan satu angka taksiran yaitu angka 5.
Angka-angka hasil pengukuran yang terdiri dari angka pasti dan angka taksiran
disebut angka penting. Bila logam di atas diukur dengan jangka sorong atau
mikrometer skrup, jumlah angka penting yang diperoleh makin banyak atau makin
sedikit? Mengapa?.
Seandainya tepi logam berada
tepat pada garis 8,6 cm, hasil pengukuran harus ditulis 8,60 cm bukan 8,6 cm?
Mengapa? Penulisan angka nol pada 8,60 cm menunjukkan bahwa hasil pengukurannya
tidak kurang dan tidak lebih dari 8,6 cm dan angka 6 masih merupakan angka
pasti. Bila hanya ditulis 8,6 cm, maka angka 6 merupakan angka taksiran. Karena
memberikan informasi atau makna tertentu, maka angka nol pada 8,60 termasuk
angka penting.
Penulisan angka nol pada angka
penting, ternyata memberikan implikasi yang amat berharga. Untuk
mengidentifikasi apakah suatu angka tertentu termasuk angka penting atau bukan,
dapat diikuti beberapa kriteria di bawah ini:
a)
Semua angka bukan nol termasuk
angka penting.
Contoh: 2,45 memiliki 3 angka
penting.
b)
Semua angka nol yang tertulis
setelah titik desimal termasuk angka penting.
Contoh: 2,50 memiliki 3 angka
penting 16,00 memiliki 4 angka penting.
c)
Angka nol yang tertulis di antara
angka-angka penting (angka-angka bukan nol), juga termasuk angka penting.
Contoh: 207 memiliki 3 angka
penting 10,50 memiliki 4 angka penting
d)
Angka nol yang tertulis sebelum
angka bukan nol dan hanya berfungsi sebagai penunjuk titik desimal, tidak
termasuk angka penting.
Contoh: 0,5 memiliki 1 angka
penting 0,0860 memiliki 3 angka penting
Hasil pengukuran 186.000 meter
memiliki berapa angka penting? Sulit untuk menjawab pertanyaan ini. Angka 6
mungkin angka taksiran dan tiga angka nol di belakangnya menunjukkan titik
desimal. Tetapi dapat pula semua angka tersebut merupakan hasil pengukuran. Ada
dua cara untuk memecahkan kesulitan ini. Pertama: titik desimal diubah menjadi
satuan, diperoleh 186 km (terdiri 3 angka penting) atau 186,000 km (terdiri 6
angka penting). Kedua: ditulis dalam bentuk notasi baku, yaitu 1,86 x 105 m
(terdiri 3 angka penting) atau 1,86000 x 105 m (terdiri 6 angka penting).
Jumlah angka penting dalam
penulisan hasil pengukuran dapat dijadikan indikator tingkat ketelitian
pengukuran yang dilakukan. Semakin banyak angka penting yang dituliskan,
berarti pengukuran yang dilakukan semakin teliti. Berikut beberapa contoh
penulisan hasil pengukuran dengan memperhatikan angka penting:
a. Satu angka penting : 2; 0,1; 0,003; 0,01 x 10-2
b. Dua angka penting : 1,6; 1,0; 0,010; 0,10 x 102
c. Tiga angka penting : 101; 1,25; 0,0623; 3,02 x 104
d. Empat angka penting : 1,000; 0,1020; 1,001 x 108
Aturan-aturan Angka Penting:
1.
Semua angka bukan nol adalah
angka penting.
2.
Angka nol yang terletak di antara
dua angka bukan nol termasuk angka penting.
3.
Semua angka nol yang terletak
pada deretan akhir dari angka-angka yang ditulis di belakang koma desimal
termasuk angka penting.
4.
Angka-angka nol yang digunakan
hanya untuk tempat titik desimal adalah bukan angka penting.
Bilangan-bilangan puluhan,
ratusan, ribuan, dan seterusnya yang memiliki angka-angka nol pada deretan
akhir harus dituliskan dalam notasi ilmiah agar jelas apakah angka-angka nol
tersebut adalah angka penting atau bukan
Aturan pembulatan angka-angka penting
Sebagaimana telah didiskusikan
pada bagian sebelumnya, perhitungan yang melibatkan angka penting tidak dapat
diperlakukan sama seperti operasi matematik biasa. Ada beberapa rambu yang
harus diperhatikan, sehingga hasil perhitungannya tidak memiliki ketelitian
melebihi ketelitian hasil pengukuran yang dioperasikan. Mengapa? Karena hal
yang demikian jelas tidak mungkin. Kita ambil kembali contoh penjumlahan dan
perkalian sebelumnya;
24,681 + 2,343 + 3,21 =
30,234 ditulis 30,23
3,22 x 2,1 = 6,762 ditulis 6,8
Mengapa pada hasil penjumlahan nilai 0,004 dihilangkan, sedangkan pada
hasil perkalian nilai 0,062 dibulatkan menjadi 0,1?
Untuk membulatkan angka-angka penting, ada beberapa aturan yang harus kita
ikuti:
a.
angka kurang dari 5, dibulatkan
ke bawah (ditiadakan)
Contoh: 12,74 dibulatkan menjadi
12,7
b.
angka lebih dari 5, dibulatkan ke
atas
Contoh: 12,78 dibulatkan menjadi
12,8
c.
angka 5, dibulatkan ke atas bila
angka sebelumnya ganjil dan ditiadakan bila angka sebelumnya genap.
Contoh: 12,75 dibulatkan menjadi
12,8; 12,65 dibulatkan menjadi 12,6
Contoh menentukan banyaknya angka penting
(a) 836,5 g memiliki empat angka penting (Aturan 1)
(b) 75,006 kg memiliki lima angka penting (Aturan 2)
(c) 0,006 m memiliki satu angka penting (Aturan 4)
(d) 0,0060 m memiliki dua angka penting (Aturan 3)
(e) 8900 g ditulis 8,9 x 103 memiliki dua angka penting (Aturan 5)
(f) 8900 g ditulis 8,90 x 103 memiliki tiga angka penting (Aturan
5)
(g) 8900 g ditulis 8,900 x 103 memiliki empat angka penting (Aturan
5).
Berhitung Dengan Angka Penting
Setelah mencatat hasil pengukuran
dengan tepat, diperoleh data-data kuantitatif yang mengandung sejumlah
angka-angka penting. Sering kali, angka-angka tersebut harus dijumlahkan,
dikurangkan, dibagi, atau dikalikan. Ketika kita mengoperasikan angka-angka
penting hasil pengukuran, jangan lupa hasil yang kita dapatkan melalui
perhitungan tidak mungkin memiliki ketelitian melebihi ketelitian hasil
pengukuran.
Dalam perhitungan kita sering
memperoleh jawaban yang memiliki lebih banyak angka daripada yang telah kita
tetapkan dalam suatu aturan. Karena itu sangatlah perlu untuk meniadakan
angka-angka tidak penting agar dapat menyatakan jawaban dengan banyak angka
penting yang sesuai. Ketika angka-angka ditiadakan dari suatu bilangan, nilai
dari angka terakhir yang dipertahankan ditentukan dengan suatu proses yang
disebut sebagai pembulatan bilangan. Ada dua aturan yang akan digunakan dalam
buku ini untuk membulatkan bilangan.
Aturan 1:
Jika angka pertama setelah angka
yang akan anda pertahankan adalah 4 atau lebih kecil, angka itu dan seluruh
angka di sebelah kanannya ditiadakan. Angka terakhir yang dipertahankan tidak
berubah. Sebagai contoh mari kita bulatkan sampai empat angka: 75,494 = 75,49;
Angka (4) ditiadakan 1,00839 = 1,008
Kedua angka (3 dan 9) ditiadakan
Aturan 2 :
Jika angka pertama setelah angka
yang akan anda pertahankan adalah 5 atau lebih besar, angka itu dan seluruh
angka di sebelah kanannya ditiadakan. Angka terakhir yang dipertahankan
bertambah satu. Sebagai contoh mari kita bulatkan sampai empat angka:
1,037878 = 1,038 ketiga
angka ( 8, 7 dan 8) ditiadakan, dan angka (7) diubah menjadi (8)
28,027500 = 28,03 ketiga
angka (7, 5, dan nol) ditiadakan, dan angka (2) diubah menjadi (3)
12,897 = 12,90 Angka (9
dan 7) ditiadakan, dan angka (8 dan 9) diubah menjadi (9 dan 0)
Hasil operasi matematis yang
diperoleh dari pengukuran tidak bisa lebih teliti daripada hasil pengukuran
dengan ketelitian paling kecil. Misalkan diperoleh hasil-hasil pengukuran
panjang: 8,16 m dan 16,3 m. Anda diminta untuk menyatakan hasil penjumlahan
dari kedua pengukuran tersebut. Telah anda ketahui, hasil pengukuran 8,16 m
memiliki ketelitian 0,1m (sebab angka terakhir, yaitu 6 adalah angka taksiran),
sedang hasil pengukuran 16,3 m memiliki ketelitian 1 meter (sebab angka
terakhir 3 adalah angka taksiran). Sesuai dengan aturan maka hasil penjumlahan
hanya boleh memiliki ketelitian 1 meter, yaitu hasil pengukuran dengan
ketelitian paling kecil. Pertama, jumlahkan 8,16 m dengan 16,3 m untuk
memperoleh hasil 24,46 m. Kemudian, bulatkan hingga hasilnya memiliki
ketelitian 1 m. Diperoleh hasil 24,5 m, dimana angka 5 adalah angka taksiran
(atau angka yang diragukan). Jadi, dapatlah kita nyatakan bahwa hasil
penjumlahan atau pengurangan hanya boleh mengandung satu angka taksiran (ingat
bahwa angka taksiran adalah angka terakhir).
Penjumlahan atau pengurangan bilangan-bilangan penting
Tips: Lakukan operasi penjumlahan atau
pengurangan secara biasa, kemudian bulatkan hasilnya hingga memiliki ketelitian
sama dengan ketelitian terkecil dari salah satu bilangan yang terlibat dalam
operasi tersebut.
Perkalian
atau pembagian bilangan-bilangan penting
Suatu metode berbeda digunakan dalam operasi
perkalian atau pembagian bilangan-bilangan penting. Pertama, lakukan prosedur
perkalian atau pembagian dengan cara biasa. Kemudian, bulatkan hasilnya ingá
memiliki banyak angka penting yang sama dengan salah satu bilangan yang
terlibat, yang memiliki angka penting paling sedikit. Untuk lebih
jelasnya, perhatikan hasil perkalian tersebut.
3, 2 2 m memiliki
tiga angka penting
2, 1 m memiliki
dua angka penting (paling sedikit)
------------ x
3, 2 2
6, 4 4
----------- +
6, 7 6 2 m 2 = 6,8 m2 karena
hasil penjumlahan hanya boleh mengandung satu angka taksiran.
Tampak
bahwa hasil perkalian 6,8 m² memiliki dua angka penting, dan ini sama dengan
banyak angka penting yang dimiliki oleh 2,1 m, yaitu bilangan yang memiliki
angka penting paling sedikit yang terlibat dalam operasi perkalian.
Tips: Pertama lakukan prosedur perkalian atau pembagian
dengan cara biasa, kemudian bulatkan hasilnya hingga memiliki banyak angka
penting yang sama dengan salah satu bilangan yang terlibat dalam operasi, yang
memiliki angka penting paling sedikit.
Bagaimana
jika operasi perkalian atau pembagian dilakukan antara bilangan penting dengan
bilangan eksak? Hasil perkalian atau pembagian antara bilangan penting dengan
bilangan eksak hanya boleh memiliki angka penting sebanyak angka penting pada
bilangan pentingnya.
Aplikasi
memangkatkan atau menarik akar suatu bilangan penting
Bagaimana memangkatkan atau menarik akar dari
suatu bilangan penting? Hasil memangkatkan atau menarik akar dari suatu
bilangan penting hanya boleh memiliki angka penting sebanyak angka penting dari
bilangan penting yang dipangkatkan atau ditarik akarnya.
Membedakan bilangan penting dan bilangan eksak
Bilangan penting merupakan
bilangan hasil pengukuran sedangkan bilangan eksak diperoleh karena kegiatan membilang
bukan mengukur, contoh:
a)
Tinggi Badi 165 cm.
165 adalah bilangan penting karena
diperoleh dari hasil pengukuran panjang.
b)
Skor PSIS – Persebaya 2 – 1
Bilangan 2 dan 1 adalah bilangan
eksak karena diperoleh dari kegiatan membilang, bukan mengukur.
c)
Penduduk kabupaten Tanah Toraja
Juli 1993 adalah 326 693 jiwa.
Bilangan 326 693 adalah bilangan
eksak karena diperoleh dari kegiatan membilang jumlah penduduk.
d)
Tegangan dan arus listrik di
rumah anda adalah 220 V 16 A.
Bilangan 220 dan 16 adalah bilangan
penting sebab diperoleh dari hasil pengukuran tegangan listrik dan kuat
arus listrik.
